Jumat, 21 Juni 2013

Candi Sojiwan yang penuh dengan cerita fabel



Sabtu, 15 Juni 2013

     Candi Sojiwan, candi yang letaknya tidak terlalu jauh dari jalan raya bahkan bisa dikatakan sangat dekat dengan jalan raya ini merupakan candi Buddha yang masih termasuk dalam salah satu candi peninggalan Mataran Kuno. Candi Sojiwan terletak di Desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Candi ini pertama kali ditemukan kembali oleh Colin Mackenzie pada tahun 1813. Colin Mackenzie merupakan anak buah dari Raffles. Wah, Raffles ini sudah cukup banyak menemukan kembali candi-candi di Indonesia ya. Bagaimanapun kita harus mengucapkan terima kasih padanya :)

                                 

Dudulers mejeng dulu
     Candi Sojiwan ini diperkirakan dibangun pada abad 8-10 Masehi sebagai bentuk penghormatan dari Raja Balitung untuk neneknya Nini Haji Rakryan Sanjiwarna yang beragama Buddha. Perlu diketahui, Haji disini bukan berarti orang yang naik haji karena saat itu Islam belum masuk di Mataram Kuno. Haji disini sebagai gelar untuk raja bawahan dibawah Maharaja yang biasanya berjasa kepada kerajaan dan biasanya diberi hadiah berupa daerah kekuasaan yang boleh dikelola dan dibawahi oleh orang tersebut.
     Candi Sojiwan memang merupakan candi Buddha, tetapi dilihat dari bentuknya candi ini nampaknya merupakan perpaduan budaya Hindu dan Budha yang dapat dilihat dari bentuk candinya yang menjulang tinggi. Pada dinding bagian kaki candi terdapat relief yang menceritakan tentang moral agama Buddha dalam bentuk fabel atau cerita yang tokohnya kebanyakan adalah binatang. Salah satu ceritanya adalah tentang "Kera dan Buaya". Beginilah kisahnya :
Alkisah ketika sang Brahmadatta merupakan raja Benares, sang Bodhisattwa lahir sebagai raja kera dan hidup pada tepi sungai Gangga. Seekor buaya betina melihatnya dan ingin memakan jantungnya. Maka untuk menangkapnya, yang jantan ingin menyiasatinya dengan menawarkannya menyeberangi sungai Gangga di punggungnya di mana ia dapat menemukan banyak buah-buahan yang sedap. Si kera menerima tawarannya. Pada tengah sungai si buaya mengaku bahwa ia telah menipu si kera. Lalu si kera untuk menyelamatkan dirinya, bersiasat. Ia mengatakan bahwa jantungnya telah digantungkan pada sebuah pohon. Kemudian ia bisa mengambilkannya kalau si buaya mengantarkannya ke tepi sungai. Lalu sang Bodhisattwa menertawakan si buaya.

                                                                  

     Waktu aku dan Getih ingin melihat-lihat bagian dalam candi, kami mendengar suara mencicit dari dalam candi. Awalnya kami terkejut dengan suara itu dan bertanya-tanya hewan apa ya itu? Kami mengira itu adalah suara burung tetapi ketika di depan pintu masuk candi kami mendapatkan jawabannya. Seekor kelelawar kecil yang sudah mati tergeletak di depan pintu candi. Setelah mengintip kedalam aku melihat langit-langit candi yang tinggi dan sangat gelap bahkan disiang hari. Pantas saja kelelawar suka tinggal disini :).
     Candi Sojiwan sangat cantik dan penuh dengan cerita moral. Waktu aku mengelilingi candi ini aku merasa agak sedih karena banyak terdapat sampah plastik yang dibuang sembarangan oleh pengunjung. Kenapa ya kebiasaan ini sangat mendarah daging pada manusia Indonesia. Sambil berkeliling aku dan Getih memungut sampah dan memasukkannya kedalam tong sampah. Waktu itu ada anak-anak kecil yang sering bermain disekitar candi melihat kami dan dengan semangat mereka ikut membantu. Thanks ya adik-adik, walaupun kalian masih kecil tapi kalian sudah lebih sadar daripada pengunjung yang buang sampah sembarangan.

                                                                                      

     Candi Sojiwan, salah satu candi yang ingin kukunjungi lagi suatu saat nanti :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar