Jumat, 27 Februari 2015

Keunikan Candi Kalasan, Yogyakarta

     Yogyakarta dan sekitarnya memang gudangnya candi. Dari kompleks candi yang luas dengan bangunan candi yang besar dan terkenal seperti Prambanan hingga kompleks candi yang lebih kecil dan lokasinya terpencil seperti candi Ijo. Kali ini aku dan Getih berkesempatan mengunjungi candi Kalasan yang terletak di desa Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi Yogyakarta. Dengan menggunakan sepeda motor kami berangkat dari Salatiga mengikuti koordinat -7.767387, 110.472305 (7°46'02.6"S 110°28'20.3"E) pada google maps.
     Lokasi candi Kalasan ini tidak sulit dijangkau dan terletak tidak jauh dari jalan raya. Kesan pertama saat melihat candi ini adalah "cantik" dan "tinggi". Ya, candi ini cantik sekali menurutku. Selain bangunan candi yang menawan, rumput hijau yang memenuhi tamannya juga terawat. Ada sebuah pohon besar yang menaungi pelataran candi, membuat suasana lebih sejuk. Dari kejauhan sudah nampak ukiran-ukiran di dinding candi yang masih tersisa. Untuk memasuki lokasi candi Kalasan ini tidak dikenakan biaya tiket, kita hanya perlu mengisi buku tamu dan menyumbangkan uang kas seikhalsnya. Setelah sejenak mengobrol dengan bapak satpam penjaga pos masuk, kami pun segera berkeliling.


Salah satu pintu candi Kalasan dengan hiasan Kala

     Sisa bangunan candi Kalasan ini memiliki total tinggi 24 meter. Berdiri di atas batur setinggi 1 meter dan kaki candi setinggi 3 meter. Tubuh candi itu sendiri setinggi 13 meter dan atap setinggi 7 meter. Atapnya sudah tidak utuh tetapi masih dapat dilihat bentuknya yang menyerupai lonceng yang merupakan ciri khas dari candi bercorak Budha.
     Dalam sebuah prasasti yang berbahasa Sansekerta, berhuruf Prenegari dan berangka tahun 700 Saka atau 778 Masehi menyebutkan bahwa didirikan sebuah candi untuk menghormati seorang Budha wanita yaitu Dewi Tara (Tarabhawana). Pendirinya adalah seorang raja dinasti Syailendra yang bernama Rakai Panangkaran (Maharaja Tejapurnapana Panangkaran). Prasasti tersebut juga menyebutkan tentang pembangunan sebuah asrama bagi para Sanggha (kelompok Bhikkhu) yang dikaitkan dengan bangunan candi lain di dekat candi Kalasan ini yaitu candi Sari. Dikatakan dahulu terdapat patung Dewi Tara yang terbuat dari perunggu di dalam bangunan candi, tetapi sekarang sudah hilang entah kemana.
     Di pelataran candi terlihat banyak patung Budha, atau tepatnya sisa-sisa patung Budha yang kebanyakan sebagian tubuhnya sudah dipotong dan dicuri. Terdapat juga Jaladwara (seperti pipa saluran air yang berbentuk sejenis ikan atau makhluk air) yang seharusnya menjadi bagian dari bangunan candi ditata di pelataran candi.

Makara di kaki candiJaladwara

     Seperti kebanyakan candi yang lain, kami disambut oleh sepasang Makara di kaki candi. Badan candi yang berbentuk bujur sangkar ini berukuran 16.5 x 16.5 meter dan memiliki empat sisi dengan pintu di masing-masing sisinya untuk masuk ke ruang utama. Tangga untuk menuju ruang utama candi sudah runtuh dan untuk masuk kami harus berhati-hati memanjat sisa-sisa batu tangga. Terdapat beberapa relung-relung kosong yang dulu nampaknya berisi patung-patung. Ruangan dalam sedikit gelap tanpa ada sisa-sisa patung apa pun. Atap candi berbentuk segi delapan dengan beberapa tingkat. Sebenarnya baru kali ini aku melihat atap candi seperti ini.


Atap candi berbentuk segi delapanBagian samping candi

     Hal unik yang membuat candi Kalasan ini berbeda adalah seperti pada candi Sari, bangunan candi Kalasan ini dilapisi oleh semacam semen yang disebut sebagai bajralepa atau orang-orang Jawa sekarang menyebut dengan teknik nglepo. Menurut hasil penelitian, lapisan bajralepa itu terdiri dari 30% pasir kwarsa, 40% kalsit, 25% kalkopirit dan 5% lempung. Mungkin lapisan bajralepa inilah yang membuat dinding candi terlihat keputihan.
    Pahatan-pahatan di dinding candi Kalasan ini terlihat sangat indah. Pahatan sulur-sulur vertikal pada dindingnya memberikan kesan tinggi pada bangunan candi dan pahatan-pahatan relief nya yang halus menjadi bukti bahwa seniman di masa itu juga sangat berbakat.

Ukiran menawan candi Kalasan
Mengapa tak ku biarkan saja?
Biarkan mimpiku merunut pahatan sulur-sulur di dinding hangat terpapar matahari
Merunut tinggi hingga ke surga

-Veronika

1 komentar:

  1. Kisah mistis Ummu Sibyan, perempuan yang datang ke rumah saat matahari terbenam https://www.youtube.com/watch?v=yu2_AKfWHJM

    BalasHapus