Sabtu, 18 Januari 2014

Air terjun kembar yang tersembunyi, Curug Baladewa

Selasa, 14 Januari 2014

     Curug Baladewa ini tidak seterkenal curug-curug yang ada di dekatnya. Mendapat kesempatan untuk mengunjungi Curug Baladewa adalah hal yang sangat menyenangkan. Libur yang hanya satu hari kugunakan untuk berkunjung ke Curug Baladewa ini bersama Getih. Curug Baladewa ini terletak di Dusun Krajan Kidul, Wirogomo, Banyubiru, Kabupaten Semarang. Lokasinya yang cukup sulit ditemukan membuat kami harus bertanya beberapa kali kepada penduduk sekitar.
     Dari pertigaan Banyubiru kami belok ke kiri dan mengikuti jalan yang mulai menanjak. Setelah menemukan gapura Desa Jambon kami belok ke kanan. Jalanan akan lebih menanjak lagi dari sini. Motor harus berada dalam keadaan prima atau terpaksa orang yang digoncengkan harus berjalan kaki pada tanjakan-tanjakan tajam tertentu, seperti yang terjadi padaku :). Akhirnya setelah bertanya beberapa kali kamipun menemukan gapura masuk menuju lokasi air terjun. Loket sangat sepi dan tidak ada yang menjaga sehingga kami masuk tanpa membayar tiket.

Gerbang masuk menuju Curug Baladewa
     Hanya membutuhkan sekitar 10 menit untuk mencapai air terjun dengan trek yang tidak terlalu sulit. Sepanjang perjalanan mata kita dimanjakan oleh hijaunya pepohonan dan sawah milik penduduk sekitar. Hari itu sangat sepi hanya ada 2 orang lain selain kami. Rasanya senang sekali bisa menikmati alam setelah cukup lama tidak berjalan-jalan seperti ini..yay!!!!

Persawahan sepanjang jalan

Curug kecil
     Setelah menaiki bebatuan menanjak akhirnya aku dapat melihat salah satu curug dari kejauhan. Tak sabar akupun langsung berlari. Waaa terasa lebih indah dari dekat. Curug Baladewa ini tidak terlalu besar tetapi mengalir cukup deras. Tak berlama-lama aku segera mengunjungi curug kembarannya yang letaknya agak lebih ke atas.


     Setelah puas bermain-main air kamipun bersiap untuk pulang. Tak lupa kami berpamitan kepada 2 pengunjung lainnya. Kami tak lupa memasukan beberapa sampah yang dibuang begitu saja oleh manusia-manusia yang tak bertanggung jawab ke dalam tong sampah (sudah ada tong sampahnya jadi tak perlu bingung mencari tas kresek (^_^))

Hasil jepretan favoritku di Curug Baladewa
Betapa beruntungnya mata yang masih bisa melihat hijaunya pepohonan dan telinga yang masih bisa mendengar gemericik aliran sungai, bahkan burungpun masih bebas menjelajah. Tanah kita bukan tanah peperangan kawan!

-Just My Thought

Senin, 06 Januari 2014

Mencoba membayangkan kehidupan masa lalu di Candi Ratu Boko

21 Desember, 2013

     Akhirnya libur akhir tahun pun tiba. Rasa rindu untuk mengunjungi tempat-tempat wisata di sekitar Jawa Tengah pun kembali ingin kulakukan. Sekitar setahun yang lalu di musim panas aku mengunjungi Candi Ratu Boko. Saat itu rumput dan tanaman menjadi kering dan tempat wisata Candi Ratu Boko ini terlihat sungguh gersang, tetap indah dan megah tapi terlihat lebih garang di bawah teriknya matahari. Kali ini aku mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi tempat ini lagi dan di musim yang berbeda, musim hujan. 
     Sudah kubayangkan rumput hijau akan menghiasi kompleks Candi Ratu Boko ini. Candi Ratu Boko ini terletak di kecamatan Bokoharjo, kabupaten Sleman. Untuk lokasi lebih detailnya bisa dilihat pada kotajogja.com. Tiket masuk ke situs Candi Ratu Boko ini sebesar Rp. 25.000,- dan aku rasa harga tak penting karena semua akan terbayar kembali dengan keindahan Candi Ratu Boko ini.

Gerbang Candi Ratu Boko
     Menurut prasasti Abhayagiriwihara (792 M) Candi Ratu Boko yang terletak di ketinggian 195.97 dpl dan dengan luas kurang lebih 160.898 meter persegi ini awalnya dibangun oleh Rakai Panangkaran (Tejahpurnapane Panamkarana) yang berasal dari kerajaan Medang Mataram (Mataram Kuno) sebagai sebuah kompleks wihara. Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai raja dan memilih untuk menyepi di wihara ini. Abhayagiriwihara sendiri bermakna "Wihara di bukit yang bebas dari bahaya". Peninggalan corak Budha pada masa ini berupa reruntuhan stupa di area Candi Ratu Boko.

Reruntuhan stupa
     Kompleks Candi Ratu Boko ini diubah menjadi kediaman seorang penguasa bernama Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang beragama Hindu dan mendirikan bangunan-bangunan suci untuk dewa Siwa. Maka dari itu kompleks Candi Ratu Boko ini juga kental dengan corak Hindu. Candi Ratu Boko ini merupakan perpaduan antara keraton dan benteng pertahanan. Walaupun ini kali ke dua aku ke kompleks ini masih saja aku terkagum-kagum dengan kemegahannya :)
     
Gerbang Candi Ratu Boko
     Setelah memasuki gerbang Candi Ratu Boko akan langsung dapat melihat Candi Pembakaran di samping kiri. Menurut papan informasi, Candi Pembakaran ini terbuat dari batu andesit berukuran panjang 22,60 m, lebar 22,33 m dan tinggi 3,82 m. Candi ini terletak di timur laut kira-kira 37 m dari gapura kedua. Disebut dengan Candi Pembakaran karena didasarkan pada penemuan abu di sumuran candi sehingga orang-orang beranggapan bahwa bangunan ini dulunya merupakan tempat pembakaram penyimpanan abu jenazah raja. Setelah di teliti lebih seksama, abu tersebut adalah pembakaran kayu dan tidak ada indikasi sebagai sisa pembakaran tulang.


Candi Pembakaran
     Dari Candi Pembakaran langsung menuju ke Paseban. Paseban ini digunakan untuk tempat tamu menunggu sebelum bertemu dengan Raja.

Paseban
     Selain Candi Pembakaran dan Paseban juga terdapat Pendopo. Pendopo ini masih terlihat cukup utuh kecuali tiang penyangga yang terbuat dari kayu untuk menahan atapnya sudah tidak ada. Umpak-umpak sebagai penyangga tiang kayu juga masih utuh. Terdapat selasar di sekitar Pendopo yang berjumlah dua ini. Rasanya senang sekali berjalan di selasar ini sambil melihat kemegahan tembok-tembok batu andesit Pendopo.

Gerbang menuju Pendopo
     Salah satu situs di Candi Ratu Boko yang paling membuat aku terpesona adalah Kolam. Kolam ini dibagi menjadi 2 bagian dan dipisahkan oleh tembok yang mengelilingi area Kolam. Kolam utara berbentuk persegi panjang berjumlah 7 buah (5 buah kolam besar dan 2 kolam kecil) sedangkan kolam selatan berjumlah 28 buah (14 kolam besar berbentuk bundar, 13 kolam kecil berbentuk bundar dan 1 buah kolam kecil berbentuk segi empat).
     Aku sempat membayangkan dulu kolam-kolam ini mungkin berisi air bunga tempat mandi raja dan kerabatnya. Waaaa pasti indah.

Kolam Selatan

Kolam Utara
     Dari Kolam-kolam aku menyusuri jalan menurun ke arah Keputren. Dari namannya saja sudah bisa ditebak kalau ini tempat para putri dan dayang-dayang wanitanya tinggal (kembali berkhayal).
     Keputren ini terdiri dari 2 buah batur yang terbuat dari batu andesit, bebatuan yang khas digunakan untuk candi-candi di daerah dekat gunung-gunung berapi. Batur selatan berukuran panjang 21.43 m dan lebar 22.70 m serta tinggi 1.75 m. Di atas lantai terdapat umpak sebanyak 84 buah yang diduga sebagai tempat dudukan tiang kayu penyangga atap. Batur utara berukuran panjang 16.40 m, lebar 14.90 m.

Keputren
     Di depan reruntuhan bangunan Keputren terdapat sebuah kolam besar berbentuk persegi panjang. Sungguh penasaran dulu seperti apa ya tempat ini. Memang sayang sekali kita tidak dapat melihat gambaran secara jelas bagaimana keadaan tempat ini di masa kejayaannya tapi aku sudah cukup senang bisa membayangkannya dalam pikiranku sesuai imajinasiku (^_^).
     Di situs Candi Ratu Boko ini juga terdapat 2 gua yang digunakan untuk bersemedi. Letak gua yang satu di bawah dan gua yang lain agak ke atas. Gua ini dinamakan Gua Lanang (Gua Laki-Laki) dan Gua Wadon (Gua Perempuan). Di gua ini ditemukan Lingga dan Yoni yang merupakan lambang kesuburan bagi umat Hindu. Dengan adanya kedua simbol ini diharapkan daerah disekitarnya menjadi daerah yang subur. Sebenarnya aku sendiri kurang yakin dan tidak bisa menentukan mana yang disebut sebagai Gua Lanang dan Gua Wadon.

Gua (bawah)
     Sedih sekali melihat coret-coret oleh tangan-tangan jahil di dinding gua. Semoga orang-orang jahil macam itu cepat berkurang di bumi Indonesia ini.

Gua (atas)
     Sungguh sangat senang bisa berkunjung ke Candi Ratu Boko ini. Terima kasih Candi Ratu Boko yang sudah membuat imajinasiku terbang kemana-mana. Membayangkan putri dan embannya berlalu lalang di sekitar komplek Candi Ratu Boko ini, para prajurit menjaga gerbang-gerbang setiap bangunan dan mencoba membayangkan keindahan tempat ini dimasa kejayaannya.

"Langkah-langkah para emban istana bergegas mengisi kolam-kolam pemandian dan sudut-sudut ruangan dengan bunga mawar dan melati yang harum. Aromanya menebarkan keindahan agungnya kehidupan masa lampau yang gaungnya terdengar hingga ke masa depan."

-Just my thought