Jumat, 20 Maret 2015

Gunung Api Purba dan Embung Nglanggeran

     Mengapa disebut sebagai gunung api purba? Karena gunung Nglanggeran yang terletak di kawasan Baturagung, di desa Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul ini berumur kurang lebih 60 juta tahun dan tersusun dari bebatuan vulkanik. Ketinggian gunung Nglanggeran ini sekitar 200-700 mdpl. Memang tidak terlalu tinggi namun gunung Nglanggeran ini tidak seperti kebanyakan gunung-gunung di Jawa Tengah. Gunung Nglanggeran ini sebagian besar areanya berupa batu vulkanik dan tidak banyak terdapat pepohonan.

Pemandangan dari Gunung Api Purba Nglanggeran
      Memang untuk mencapai puncak gunung Nglanggeran ini tidak membutuhkan waktu yang lama namun tetap harus hati-hati dalam pendakian karena beberapa jalur curam dan licin, bahkan ada jalur yang harus melewati celah sempit diantara dua batu besar. Mungkin dulu dua batu besar itu merupakan satu batu yang bergeser dan pecah sehingga membentuk sebuah celah. Karena jalur pendakian tidak rata dan agak menanjak maka sebaiknya kenakan pakaian yang nyaman dan sepatu atau sandal yang tidak licin. Terdapat banyak tempat sampah yang disediakan pengurus lokasi wisata gunung api jadi tolong buanglah sampah pada tempatnya ya :)
     Kami membutuhkan waktu kurang dari 1 jam untuk dapat mencapai puncak. Karena sebagian besar jalur dekat tepian tebing maka berhati-hatilah karena angin kencang kerap kali berhembus. Siang itu panas terik matahari membuat keringat kami deras mengalir, tetapi pemandangan luar biasa serta angin yang berhembus membuat badan kami tetap segar.

Celah sempit di antara 2 batu besarPemandangan dari tepian tebing


Pemandangan dari puncak gunung Nglanggeran
      Menurut beberapa sumber nama gunung Nglanggeran ini berasal dari kata planggaran yang memiliki pengertian bahwa setiap kejahatan akan diketahui. Ada juga yang menyebutkan bahwa gunung ini memiliki nama lain yaitu gunung Wayang karena terdapat batu-batu gunung yang berbentuk menyerupai tokoh wayang walaupun aku dan Getih belum cukup beruntung dapat melihat bentuk-bentuk tokoh pewayangan itu sendiri. Mungkin kami kurang memperhatikan :). Terdapat sumber mata air Comberan di dekat puncak gunung Nglanggeran. Tapi sekali lagi kami kurang beruntung karena jalur menuju kesana entah ditutup entah jalan setapaknya tidak dapat kami temukan karena pada kenyataannya Getih mencoba berjalan ke mata air Comberan tetapi tidak menemukannya dan hanya dapat mendengar gemericik suara airnya saja. Tidak ada jalan menuju kesana. Semoga suatu saat kami dapat mengunjunginya.
     Terdapat dataran di dekat puncak yang biasa digunakan untuk camping area dan tempatnya cukup nyaman. Jika kami mendapat kesempatan mengunjungi gunung api purba ini lagi kami berharap bisa mendirikan tenda dan menginap untuk beberapa hari.

Embung terlihat di kejauhan dari puncak gunung api purba Nglanggeran

Pemandangan dari puncak gunung api purba nglanggeran
     Secara keseluruhan, jalur menuju puncak gunung Nglanggeran ini cukup mudah bahkan bagi anak-anak tetapi karena tebing-tebing yang curam dan angin yang cukup kencang diwaktu-waktu tertentu maka sebaiknya selalu berhati-hati.
     Tidak jauh dari gunung api purba terdapat sebuah embung yang bernama embung Nglanggeran, sama seperti nama desa tempat gunung api purba dan embung itu berada. Dari puncak gunung kami bisa melihat embung Nglanggeran dari kejauhan dan memutuskan untuk mampir. Walaupun matahari bersinar cerah pada sing hari namun semakin sore langit menjadi gelap karena mendung dan kami bergegas agar tidak kehujanan. Dari tempat parkir kami menaiki tangga untuk mencapai embung. Di embung Nglanggeran ini sering dijadikan tempat untuk melihat matahari terbenam. Walaupun sore itu mendung tetapi tetap saja banyak orang menunggu matahari terbenam. Tentu saja matahari terbenam dari puncak gunung Nglanggeran juga pasti akan sangat indah. Tapi hari ini kami tidak menunggu matahari terbenam karena rintik hujan sudah mulai turun.

Gunung Api Purba Nglanggeran dari embung
      Akan sangat menyenangkan berakhir pekan di gunung api purba dan mengunjungi embung Nglanggeran baik bersama teman maupun keluarga. Kegiatan tracking pada akhir pekan selalu membuat badan dan pikiran kami menjadi lebih segar dan siap untuk menghadapi apapun pada minggu berikutnya.

Embung Nglanggeran
Sehat selalu dan selamat berwisata!

-Veronika

Rabu, 11 Maret 2015

Candi Sari, Peninggalan Asrama Para Biarawan Budha

     Sudah mengunjungi candi Kalasan? Akan lebih lengkap jika kita juga mengunjungi candi Sari yang letaknya tak jauh dari candi Kalasan. Awalnya aku dan Getih tidak tahu dan belum pernah mendegar tentang candi Sari ini. Bapak satpam yang bertugas di candi Kalasan lah yang menceritakan tentang candi Sari ini. Karena dekat maka kami tak ragu-ragu mengunjunginya.

Relief Candi Sari
     Candi Sari yang terletak di dusun Bendan, desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman ini merupakan candi bercorak Budha yang memiliki arsitektur bangunan bertingkat. Candi ini diperkirakan dibangun pada waktu yang sama dengan candi Kalasan yaitu sekitar abad 8 masehi. Seperti candi Kalasan, bangunan candi Sari ini juga dilapisi oleh bajralepo sehingga bangunannya nampak keputihan jika dilihat dari jauh. Untuk masuk ke candi Sari ini tidak perlu membeli tiket, kami hanya mengisi buku tamu dan memberikan uang kas seikhlasnya.

Candi Sari tampak belakangCandi Sari tampak depan
    
     Denah candi Sari ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 17.3x10 m. Bangunan candi ini dipisahkan menjadi 3 bilik dengan 2 pintu penghubung antar ruangan . Masih dapat dilihat susunan batu penyangga kayu lantai tingkat 2 pada masing-masing bilik. Candi Sari ini disebut-sebut sebagai asrama bagi para Sanggha (kelompok Bhikkhu). Sungguh ingin aku benar-benar tahu bagaimana wujud candi Sari ini ketika masih aktif digunakan. Seperti apa lantai tingkat dua, tangga, dan alat-alat apa saja yang berada dalam ruangan.
    

Batu penyangga kayu untuk tingkat 2Hiasan dinding di samping pintu bilik pada ruang tengah

     Puncak-puncak candi Sari yang berbentuk stupa ini sudah tidak lengkap lagi, entah hancur entah dicuri orang. Dinding luar candi dihiasi dengan pahatan relief-relief Bodhisatwa yang sedang berdiri dengan memegang bunga teratai dengan jumlah total 38 relief. Pada masing-masing kiri dan kanan jendela juga terdapat relief mahkluk kayangan yaitu kinara dan kinari (mahkluk bertubuh burung dengan kepala manusia).

Relief candi

Relief di kanan dan kiri jendela
     Tidak disebutkan seberapa banyak candi Sari ini dapat menampung manusia untuk tinggal di dalamnya. Lantai 2 bangunan candi Sari tidak pernah di bangun kembali. Akan sangat menarik jika lantai 2 dibangun kembali lengkap dengan tangganya sehingga pengunjung sungguh dapat membayangkan bagaimana bentuk asrama para Bikkhu ini di masa lalu.
     Menurut Syifa dan Aliya, 2 bocah cantik setempat yang sedang asyik dengan permainan monopoli mini mereka di pelataran candi, candi Sari ini sering kali sepi dan hanya ada beberapa pengungjung pada akhir minggu. Candi Sari ini unik karena merupakan bangunan asrama bukan untuk tempat pemujaan dan peribadahan seperti candi-candi kebanyakan.
Syifa dan Aliya



     Candi Sari ini termasuk salah satu candi yang bersih dari corat-coret tangan jahil dan semoga akan selalu bersih. Selamat berwisata!

-Veronika