Kamis, 24 Juli 2014

Kehidupan Purba di Museum Sangiran

     Tepat pada hari ulang tahunku Getih mengajaku untuk mengunjungi museum Sangiran untuk kedua kalinya. Sebulan lalu kami mengunjungi museum Sangiran ini tetapi waktu itu kami diburu waktu karena sudah mendekati jam tutup. Maka kami pun tidak sempat melihat-lihat dengan detail isi museum. Kali ini kami berangkat lebih awal karena ingin benar-benar melihat koleksi museum satu per satu. Museum Sangiran ini buka setiap hari dari pukul 09.00 - 16.00 WIB. Jika kalian menggunakan Maps atau GPS silahkan search lokasi ini: -7.455353,110.834428.

Pintu masuk Museum Sangiran
     Setelah membayar tiket kami pun menuju tempat parkir dan mengisi buku tamu yang dijaga oleh seorang satpam yang ramah. Sepanjang lorong menuju Ruang Pameran 1 kami bisa melihat beberapa jenis hewan yang sengaja dipelihara di dalam kandang-kandang. Kami juga dapat melihat lahar gunung Lawu purba yang berusia 1,8 juta tahun. Bangunan museum Sangiran itu sendiri didirikan di atas lahar gunung Lawu purba itu.

Lahar gunung Lawu purba
     Ketika kami memasuki Ruang Pameran 1 kami disambut oleh alunan musik dan suara gemericik air serta suara-suara hewan seperti burung yang membuat suasana menjadi sejuk. Kami seakan terlempar ke tengah hutan purba jutaan tahun yang lalu. Pada Ruang Pameran 1 ini dipajang koleksi fosil-fosil hewan purba seperti reptil dan hipopotamus atau kuda sungai purba. Aku cukup kagum dengan fosil kepala Crocodylus yang menurut papan keterangan, dapat mencapai panjang badan 6,2 m dan berat lebih dari 1.200 kg. Wow, besar sekali!!

Crocodylus
   Terdapat juga beberapa fosil hewan bertanduk seperti banteng purba, rusa purba dan kerbau purba. Hewan herbivora ini diperkirakan hidup di Sangiran sekitar 700.000 hingga 300.000 tahun yang lalu. Semakin ke dalam kami dapat melihat patung-patung manusia purba yang merupakan hasil rekonstruksi dari fosil-fosil yang telah ditemukan. Sekitar 500.000 tahun yang lalu merupakan masa keemasan Homo Erectus di Sangiran.

Rahang bawah kanan kuda sungai purba
     Dipamerkan juga 2 temuan baru yaitu tulang panggul gajah (pelvis elephantidae) yang ditemukan oleh Harsono pada tanggal 17 Maret 2014 dan tulang kering gajah (tibia elephantidae) yang ditemukan oleh Siswanto pada tanggal 20 Janurari 2014. 

Fosil tulang gajah purba
     Setelah puas melihat-lihat kami pun melanjutkan ke Ruang Pameran 2. Di Ruang Pameran 2 ini menceritakan tentang teori terbentuknya bumi yaitu teori "Big Bang". Dilengkapi dengan video penjelasan terbentuknya bumi serta penjelasan planet-planet di sekitar bumi ini cukup menarik bagi anak-anak sekolah yang sedang mempelajari teori-teori ini. Salah satu kotak display memperlihatkan batu angkasa (teksite) yang jatuh di Sangiran.
     Selain penjelasan tentang teori terbentuknya bumi terdapat juga penjelasan teori evolusi yang dicetuskan pertama kali oleh Charles R. Darwin. Terdapat sebuah papan penjelasan yang cukup besar yang menjelaskan pemetaan tahun dan fosil manusia purba yang ditemukan di seluruh dunia. Wah, banyak sekali temuannya. Bukan hanya orang-orang asing saja yang tertarik dengan fosil-fosil manusia purba, Raden Saleh yang merupakan seorang maestro seni lukis Indonesia juga gemar mengumpulkan fosil-fosil manusia purba yang oleh masyarakat saat itu disebut sebagai "balung buto" yang berarti tulang raksasa. Di Ruang Pameran 2 ini juga terdapat fosil-fosil kerang laut yang menurutku bentuknya tidak jauh berbeda dengan kerang-kerang yang dapat kita lihat saat ini. 


     Selanjutnya kami melihat penjelasan tentang Homo Erctus yang merupakan jenis manusia purba pertama yang ditemukan dengan volume otak besar, memiliki kaki panjang dan lengan pendek dan berjalan tegak tidak seperti kera. Khayalanku tak bisa kutahan, aku membayangkan kehidupan Homo Erectus pada masanya yang sudah mengenal api, mengolah hasil buruan dengan alat bantu yang mereka buat sendiri dan diketahui dapat membuat pemukiman. Tak jauh berbeda dengan kehidupan kita ya..hahahaha. Mereka pun sudah mengenal ritual-ritual seperti ritual pemakaman yang mungkin mirip dengan yang kita lakukan saat ini.

       

     Saat tiba di Ruang Pameran 3 kami dapat melihat patung-patung manusia purba yang dibuat sangat hidup, bahkan matanya terkesan benar-benar memandang ke satu titik tertentu. Kata seorang temanku, Mas Dhave Dhanang (bolanger sejati hehehe) patung-patung ini kenyal saat disentuh seperti kulit dan daging asli. Jadi penasaran ingin mencubit sekali saja f(^_^). Aku mengamati patung manusia purba kerdil yang berwajah feminim karena dia adalah seorang manusia purba wanita dengan tongkat ditangannya. Dia disebut sebagai Homo Florensis yang berumur 18.000 tahun yang dipercaya mengalami pengerdilan tubuh karena paleogeografi pulau terisolasi. Kulirik video yang sedang diputar di dekat patung itu dan terkagum-kagum cukup lama dengan isi video itu yang menceritakan proses pembuatan patung Homo Florensis itu. Luar biasa!

Homo Florensis
     Setelah seperti anak sekolah dasar yang kelewat bersemangat dengan hal-hal baru yang kami lihat di Museum Sangiran ini kami pun menuju pintu keluar. Tidak lupa kami membeli oleh-oleh di toko-toko sekitar museum ini (^_^).

Toko-toko souvenir
     Terlepas dari setuju atau tidak setujunya kita akan segala teori serta penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan lewat Museum Sangiran ini kita seharusnya mengapresiasi segala temuan-temuan manusia serta menghargai usaha para arkeolog yang telah berusaha dan mengabdikan hidup mereka dengan tujuan agar mengerti lebih dalam akan sejarah kehidupan segala makhluk termasuk manusia sendiri.

Manusia modern adalah spesies yang langka kalau bukan satu-satunya. hanya manusia yang dapat berbahasa, menciptakan teknologi, berkarya seni, memiliki ilmu pengetahuan, dan belajar dari masa lampau. Dengan kata lain, spesies satu-satunya yang menghasilkan budaya. Sejarah evolusi manusia mengajarkan pada kita, bahwa semua keunggulan itu adalah hasil suatu proses panjang yang terjalin oleh keberuntungan, kecerdasan, dan keberhasilan manusia menjalin hubungan sosial. Karena itu, hakekat kemanusiaan tidak terletak pada keberhasilannya memenuhi kebutuhan ragawi, tetapi justru pada kemampuan manusia untuk belajar terus memelihara kepedulian sosial, saling menghormati, tenggang rasa, dan memiliki cinta kasih. Itulah yang membedakan manusia dari makhluk lain.

-Museum Sangiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar