Minggu, 12 Mei 2013

Keindahan Curug Lawe

     Sabtu, 25 Mei 2013

     Seorang teman kantor memberitahukan tentang Curug Lawe ini kepadaku. Curug ini berlokasi di lereng gunung Ungaran dan terletak di Desa Kalisidi Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang. Hanya lihat dari fotonya saja aku sudah sangat ingin pergi kesana. Di dekat Curug Lawe juga terdapat Curug yang sama indahnya yang sering disebut Curug Benowo.
     Kebetulan hari kamis ada libur jadi aku dan mas pacar bersiap-siap menuju kesana dengan motor bajaj biru kesayangan kami. We call him 'Blue' (namanya ga kreatif banget ya :D). Seperti biasa, kami hanya menggunakan peralatan seadanya dan tentu saja kamera HP biasa, yang terekam dengan mata jauh lebih indah diingatan.
     Setelah browsing-browsing akhirnya kami berangkat dari kota Salatiga yang damai menuju kota tetangga Ungaran. Jadi menurut internet ini point-point yang harus kami temukan kalau mau sampe disana:
1. Alun-alun Ungaran terus kearah Gunung Pati.
2. Makam Darul Mukminin
     Hanya clue itu yang kami punya selama perjalanan, 'bodo amat nanti tanya orang' pikir kami.
Setelah sampai di Ungaran kami mulai bertanya ke orang-orang sekitar arah alun-alun kota Ungaran karena menurut internet kami harus pergi ke arah alun-alun itu.
Getih : "Arah alun-alun Ungaran kemana ya Pak?"
Pak Satpam : "Alun-alun yang mana mas? ada dua soalnya. Alun-alun lama atau yang baru?"
(Ngoookkkk, yang mana coba. Baru tau kalau ada dua)
Aku : "Eng.....yang ke arah Gunung Pati?". Berkata sambil ragu-ragu hahaha..
Pak Satpam : "Oooohhhh...ini langsung belok kanan aja mbak".
Yesss!!!! point 1 sudah ketemu. Ingat, pilih kearah alun-alun lama ya teman-teman, itu di kiri jalan kalau dari arah Solo-Salatiga. Setelah itu baru cari point ke-2 yang ternyata cukup sulit karena disana banyak sekali makam. Setelah melewati Kantor Kecamatan Gunung Pati yang ada di kiri jalan kita terus mengikuti jalan. Akhirnya kami melihat plang arah ke Curug Lawe di kanan jalan dekat Makam Darul Mukminin. Point 2 ketemu juga!!
Makam Darul Mukminin
      Setelah melihat makam belok kiri dan ikuti jalan perkampungan itu. Dari sini kami bertanya orang-orang sekitar. Ingat jangan malas tanya. Malu berjalan, sesat ditanya...enggg (-_-"). Itu jalan perkampungan nanjak terus, si Blue dah megap-megap tapi masih giat memacu lajunya.
     Sebenarnya kita bisa mengendarai motor atau mobil sampai di Pos, tetapi waktu itu jalan sedang diperbaiki jadi kami hanya bisa parkir di lapangan sebelum pos pembayaran tiket. Tiket masuknya (per tahun 2013) sebesar 10.000,- rupiah. Itu sudah termasuk parkir.
Tempat Parkir Darurat
      Dari tempat parkir kami harus berjalan kira-kira 1.5 jam untuk mencapai Curug Lawe. Di pos pembayaran tiket ini juga terdapat penjual makanan dan minuman, jadi bisa jajan dulu yipiiii :). Trek awal menuju curug adalah parit irigasi yang cukup panjang. Jalannya kecil dan licin, jadi hati-hati kalau lewat sini. Apalagi kalau melihat aliran deras air paritnya bisa pusing kepalanya. Jadi hati-hati ya.
Papan Petunjuk Jalan

Jalan Setapak Parit
     Dari jalan setapak parit kita akan sampai di jembatan pertama. Aku yakin ni, pasti semua orang yang pernah lewat disini pasti menyempatkan diri untuk foto-foto :).
Jembatan Pertama
     Setelah jembatan ini masih akan ketemu jalan setapak parit lagi, tapi setelah itu jalurnya akan menanjak dan kanan kiri sudah pohon-pohon lebat. Selama perjalanan bisa kita lihat pemandangan alami yang sangat luar biasa indahnya dan tidak ada sampah plastik satupun disana-sini, dan please...jangan ada yang buang sampah sembarangan!!! Kalau ketemu sampah, sebisa mungkin kita pungut dan simpan di tas untuk dibuang di tempat yang benar nantinya.
Jalur Susur Sungai

Jalur Susur Sungai
     Mendengar suara air mengalir ditengah-tengah jalur pepohonan lebat gini rasanya mak nyus banget. Hati jadi adem ayem tentrem. Rasanya ga rela kalau ada tempat-tempat kayak gini nantinya dijadiin object wisata semacam Grojogan Sewu, bakalan hilang kealamiannya. Semoga ga bakalan kejadian.


      Setelah kurang-lebih 1.5 jam akhirnya kami tiba juga di lokasi Curug Lawe. Luar biasa sekali pemandangannya. Angin terasa sangat kencang dibawah curug. Jangan lupa bungkus semua peralatan elektronik.
Curug Lawe
  
Curug Lawe
Curug Lawe
Curug Lawe
   
      Semoga tempat ini akan selalu seperti ini, masih tetap alami walaupun sudah banyak orang yang mengunjungi. Aminnnnn...
Next time aku pasti ke Curug Benowo :)



 

Rabu, 01 Mei 2013

Puncak Gunung Merbabu (3.142 mdpl)

     Hari itu, jumat tanggal 12 April 2013 ada sebuah SMS masuk ke hp ku. Tidak kuhiraukan karena masih jam kerja dan seperti biasanya jam kerja selalu tidak bisa melakukan hal lain selain menatap layar laptop atau berpusing dengan masalah software robot.
Akhirnya jam pulang pun tiba..ahhhh...rasanya ingin segera pulang dan meluruskan punggung di tempat tidur. Kumatikan laptopku dan baru teringat SMS yang belum kubaca tadi. Ternyata dari ibunda tersayang. Isinya singkat "Puji Tuhan, Handriko sudah lulus". Langsung saja aku spontan berteriak "YES!!!"
     Satu lagi saudaraku yang bebas dari uang orang lain :). Sudah hampir 7 tahun dia kuliah dan dibiayai orang lain itu pasti sangat membuat stress :D. Kami sudah punya kesepakatan untuk mendaki gunung Merbabu jika dia lulus, ya semacam nazar dan akhirnya 27 April, 09:00 pagi kami berangkat dari rumah.
     Gunung Merbabu memiliki ketinggian 3.142 meter diatas permukaan laut. Gunung ini termasuk gunung yang sudah lama tidak aktif walaupun dapat kita cium bau belerang ketika hampir puncak.

Masih di rumah tercinta
     Kami berangkat ber-5, 3 adiku dan satu pacarku tercinta (^_^). Sebelumnya sudah 3x aku mencoba mendaki Merbabu lewat jalur Thekelan tapi selalu gagal mencapai puncak (-__-"). Tak tau mengapa, tetapi menurutku jalur Thekelan cukup berat, terlalu panjang. Tapi suatu saat aku akan kembali kesana dan mencapai puncak. 
     Gunung Merbabu memiliki beberapa jalur pendakian. Jalur yang aku tau sih : Thekelan (yang berlokasi di dekat obyek wisata Kopeng), Selo, Chuntel, dan juga Wekas.
     Kali ini kami akan mendaki melewati jalur Wekas. Aku belum pernah sama sekali lewat jalur ini, kata adiku sedikit lebih berat dari jalur Thekelan karena jalannya terjal dan menanjak tajam. Sebenarnya aku khawati dengan kaki kananku yang 5 bulan lalu sempat pincang karena ditabrak motor. Tapi seperti kata Handriko "Mental nomor 1" Aye!!!!

Pos 2 : Makan siang dulu (^_^)
     Jam 09:30 pagi kami start mendaki dari base camp. Medan awal masih lahan pertanian warga setempat dan separuh jalannya masih di paving rapi. Tapi justru medan ini yang membuat nafasku mau putus rasanya. Lebih baik climbing dari pada jalan tanjakan rata tiada henti. Karena memang jalanku lambat kami baru tiba di pos 2 pukul 14:00 siang.
     Setelah makan siang kami melanjutkan mendaki untuk mencari tempat mendirikan tenda sebelum gelap dan kami memutuskan untuk mendirikan tenda di bawah Watu Tulis. Sekitar jam 17:00 sore kami baru selesai mendirikan tenda dan menghabiskan hari itu dengan makan, tidur, menikmati bulan purnama, menikmati lampu kota yang terlihat jauh dibawah seperti pantulan bintang, dan mengobrol dengan pendaki lainnya. Tentu saja ada satu kegiatan yang wajib dilakukan setiap naik gunung dan tak bisa ditinggalkan, yaitu....bergerak kesana kemari ga jelas dalam usaha menghangatkan badan...hahahahahaha....
    Satu hal yang aku suka dari kehidupan jauh diatas gunung, dimana baju yang kamu pakai tidak penting, apa yang kamu makan tidak penting yang penting kenyang, apa sukumu tidak penting, apa agamamu tidak penting, dan bahkan siapa namamu pun terasa tidak terlalu penting untuk diucapkan. Kami mengobrol dengan pendaki lainnya cukup lama tanpa mengetahui nama satu sama lain :).
     Pukul 03:00 dini hari, dimana lomba mendengkur kami sudah reda dan digantikan suara berisik persiapan menuju puncak. Semua sudah siap, tetapi Handriko tidak mau keluar dari SB dan terus berteriak "5 menit lagi!!!". Aku mencoba melakukan pemanasan sebelum berjalan dan sambil menunggu Handriko. Lutut dan pergelangan kaki kanan terasa sangat ngilu dan aku berjalan seperti zombie karena kaki kanan tidak bisa ditekuk ahahahaha. 
     Setelah Handriko 100% sadar, Ndaru, Andre dan Getih juga sudah siap akhirnya kami berangkat. To the long way of Mordor hahahaha. Motto kami saat melewati rintangan jalan batu terjal dan jembatan setan : "Semua bisa jadi macan" karena kami berjalan dengan 2 kaki dan 2 tangan :D. Hal yang menarik adalah seekor burung yang selalu menemani kami sejak di Pos 2. Dia mengikuti kami sampai di jembatan setan. Pukul 06:00 pagi kami sudah menikmati matahari terbit di puncak Kenteng Songo sambil menikmati coklat hhhhhhmmmmm.
     
Puncak Kenteng Songo
Dan akhirnya....aku dapat melihat puncak tertinggi dari Merbabu..amazing..thks God :). Sungguh aku bukan siapa-siapa diatas sini. Mengingat kembali tebing-tebing curam dan jalan setapak yang berangin kencang membuatku selalu sadar kalau aku hanya manusia dan bisa mati kapan saja. I should always say thanks to God for everything that He gave to me :).


Puncak tertinggi Triangulasi

Puncak Triangulasi


Puncak Kentheng Songo

Semua bisa jadi ular (ga kuat jalan jadi ngesot :D)

Tebing sebelum puncak Kentheng Songo


     Kami tidak melanjutkan perjalanan ke Puncak Syarif karena kaki yang tidak memungkinkan. Sayang sekali memang karena tinggal sedikit. Lain kali, pasti kesana. Kakiku...bersiap sedialah ahahahaha..
     Akhirnya, aku bisa sampai di puncak, thanks buat adik-adiku dan juga Getih. Saatnya pulang dengan membawa semua kesan yang luar biasa. Bukan kata perpisahan yang terucap ketika meninggalkan puncak, tetapi kata "Sampai jumpa lagi". Tidak lupa kami mengucapkan hal yang sama kepada teman pendaki lain (yang sampai pulangpun tidak saling tahu nama masing-masing :D).
Pulang dengan gaya zombie


My Quote for Merbabu :

"If you start to forget how to be grateful, go to summit and you will find a way to remember it once more."