Rabu, 01 Mei 2013

Puncak Gunung Merbabu (3.142 mdpl)

     Hari itu, jumat tanggal 12 April 2013 ada sebuah SMS masuk ke hp ku. Tidak kuhiraukan karena masih jam kerja dan seperti biasanya jam kerja selalu tidak bisa melakukan hal lain selain menatap layar laptop atau berpusing dengan masalah software robot.
Akhirnya jam pulang pun tiba..ahhhh...rasanya ingin segera pulang dan meluruskan punggung di tempat tidur. Kumatikan laptopku dan baru teringat SMS yang belum kubaca tadi. Ternyata dari ibunda tersayang. Isinya singkat "Puji Tuhan, Handriko sudah lulus". Langsung saja aku spontan berteriak "YES!!!"
     Satu lagi saudaraku yang bebas dari uang orang lain :). Sudah hampir 7 tahun dia kuliah dan dibiayai orang lain itu pasti sangat membuat stress :D. Kami sudah punya kesepakatan untuk mendaki gunung Merbabu jika dia lulus, ya semacam nazar dan akhirnya 27 April, 09:00 pagi kami berangkat dari rumah.
     Gunung Merbabu memiliki ketinggian 3.142 meter diatas permukaan laut. Gunung ini termasuk gunung yang sudah lama tidak aktif walaupun dapat kita cium bau belerang ketika hampir puncak.

Masih di rumah tercinta
     Kami berangkat ber-5, 3 adiku dan satu pacarku tercinta (^_^). Sebelumnya sudah 3x aku mencoba mendaki Merbabu lewat jalur Thekelan tapi selalu gagal mencapai puncak (-__-"). Tak tau mengapa, tetapi menurutku jalur Thekelan cukup berat, terlalu panjang. Tapi suatu saat aku akan kembali kesana dan mencapai puncak. 
     Gunung Merbabu memiliki beberapa jalur pendakian. Jalur yang aku tau sih : Thekelan (yang berlokasi di dekat obyek wisata Kopeng), Selo, Chuntel, dan juga Wekas.
     Kali ini kami akan mendaki melewati jalur Wekas. Aku belum pernah sama sekali lewat jalur ini, kata adiku sedikit lebih berat dari jalur Thekelan karena jalannya terjal dan menanjak tajam. Sebenarnya aku khawati dengan kaki kananku yang 5 bulan lalu sempat pincang karena ditabrak motor. Tapi seperti kata Handriko "Mental nomor 1" Aye!!!!

Pos 2 : Makan siang dulu (^_^)
     Jam 09:30 pagi kami start mendaki dari base camp. Medan awal masih lahan pertanian warga setempat dan separuh jalannya masih di paving rapi. Tapi justru medan ini yang membuat nafasku mau putus rasanya. Lebih baik climbing dari pada jalan tanjakan rata tiada henti. Karena memang jalanku lambat kami baru tiba di pos 2 pukul 14:00 siang.
     Setelah makan siang kami melanjutkan mendaki untuk mencari tempat mendirikan tenda sebelum gelap dan kami memutuskan untuk mendirikan tenda di bawah Watu Tulis. Sekitar jam 17:00 sore kami baru selesai mendirikan tenda dan menghabiskan hari itu dengan makan, tidur, menikmati bulan purnama, menikmati lampu kota yang terlihat jauh dibawah seperti pantulan bintang, dan mengobrol dengan pendaki lainnya. Tentu saja ada satu kegiatan yang wajib dilakukan setiap naik gunung dan tak bisa ditinggalkan, yaitu....bergerak kesana kemari ga jelas dalam usaha menghangatkan badan...hahahahahaha....
    Satu hal yang aku suka dari kehidupan jauh diatas gunung, dimana baju yang kamu pakai tidak penting, apa yang kamu makan tidak penting yang penting kenyang, apa sukumu tidak penting, apa agamamu tidak penting, dan bahkan siapa namamu pun terasa tidak terlalu penting untuk diucapkan. Kami mengobrol dengan pendaki lainnya cukup lama tanpa mengetahui nama satu sama lain :).
     Pukul 03:00 dini hari, dimana lomba mendengkur kami sudah reda dan digantikan suara berisik persiapan menuju puncak. Semua sudah siap, tetapi Handriko tidak mau keluar dari SB dan terus berteriak "5 menit lagi!!!". Aku mencoba melakukan pemanasan sebelum berjalan dan sambil menunggu Handriko. Lutut dan pergelangan kaki kanan terasa sangat ngilu dan aku berjalan seperti zombie karena kaki kanan tidak bisa ditekuk ahahahaha. 
     Setelah Handriko 100% sadar, Ndaru, Andre dan Getih juga sudah siap akhirnya kami berangkat. To the long way of Mordor hahahaha. Motto kami saat melewati rintangan jalan batu terjal dan jembatan setan : "Semua bisa jadi macan" karena kami berjalan dengan 2 kaki dan 2 tangan :D. Hal yang menarik adalah seekor burung yang selalu menemani kami sejak di Pos 2. Dia mengikuti kami sampai di jembatan setan. Pukul 06:00 pagi kami sudah menikmati matahari terbit di puncak Kenteng Songo sambil menikmati coklat hhhhhhmmmmm.
     
Puncak Kenteng Songo
Dan akhirnya....aku dapat melihat puncak tertinggi dari Merbabu..amazing..thks God :). Sungguh aku bukan siapa-siapa diatas sini. Mengingat kembali tebing-tebing curam dan jalan setapak yang berangin kencang membuatku selalu sadar kalau aku hanya manusia dan bisa mati kapan saja. I should always say thanks to God for everything that He gave to me :).


Puncak tertinggi Triangulasi

Puncak Triangulasi


Puncak Kentheng Songo

Semua bisa jadi ular (ga kuat jalan jadi ngesot :D)

Tebing sebelum puncak Kentheng Songo


     Kami tidak melanjutkan perjalanan ke Puncak Syarif karena kaki yang tidak memungkinkan. Sayang sekali memang karena tinggal sedikit. Lain kali, pasti kesana. Kakiku...bersiap sedialah ahahahaha..
     Akhirnya, aku bisa sampai di puncak, thanks buat adik-adiku dan juga Getih. Saatnya pulang dengan membawa semua kesan yang luar biasa. Bukan kata perpisahan yang terucap ketika meninggalkan puncak, tetapi kata "Sampai jumpa lagi". Tidak lupa kami mengucapkan hal yang sama kepada teman pendaki lain (yang sampai pulangpun tidak saling tahu nama masing-masing :D).
Pulang dengan gaya zombie


My Quote for Merbabu :

"If you start to forget how to be grateful, go to summit and you will find a way to remember it once more."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar