Kamis, 26 Juni 2014

Klenteng Sam Poo Kong, Jejak Laksamana Zheng He (Cheng Ho)

     Cuaca akhir-akhir ini sungguh tak bisa ditebak. Setelah berminggu-minggu panas tiada ampun, di minggu ke-2 bulan Juni ini hari-hari dipenuhi hujan lebat. Seharusnya ini sudah memasuki musim panas tetapi kerap kali panas terik di siang hari dan hujan di sore harinya. Membuat badan ini mudah terserang flu. Walaupun cuaca tak menentu tapi urusan mbolang di akhir pekan tetap kami jalankan demi seimbangnya otak setelah seminggu bekerja hehehehe.
     Kali ini kami berencana untuk mengunjungi sebuah klenteng yang terkenal di Semarang. Nama klenteng ini adalah Sam Poo Kong. Bicara tentang Semarang aku selalu teringat jalan Bawen - Ungaran yang sedang diperbaiki dan tak kunjung selesai sejak tahun-tahun yang lalu. Sudah terbayang macet dan panasnya perjalanan, belum lagi saingannya bis-bis dan truk-truk besar. Tapi apalah daya kalau kaki sudah ingin melangkah ke Sam Poo Kong maka ke sanalah kami harus pergi.
     Klenteng Sam Poo Kong ini terletak di Jl. Simongan dan dikelola oleh yayasan yang bernama Yayasan Klenteng Sam Poo Kong Gedung Batu. Untuk bisa mengunjungi tempat ini tidaklah sulit, bagi kalian yang menggunakan Maps bisa menggunakan koordinat ini : -6.994793,110.398626 atau bisa menggunakan Google Maps dengan search key Kuil Sam Poo Kong.

     Kuil Sam Poo Kong ini merupakan peninggalan dari seorang Laksamana Tiongkok yang bernama Zheng He atau kita lebih mengenalnya dengan nama Cheng Ho. Laksamana Zheng He (Cheng Ho) lahir pada tahun 1371 di Kunyang-Yunnan, Tiongkok ini pada masa Dinasti Ming di bawah kekaisaran Yong Le ditugaskan sebagai pemimpin armada laut dan mengunjungi negara-negara lain sebagai duta perdamaian. Konon, lokasi kuil Sam Poo Kong ini merupakan lokasi pedaratan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) di Semarang. Pada masa itu kuil ini diperkirakan berada di pinggir pantai. Karena harus melanjutkan perjalanan maka Laksamana Zeng He (Cheng Ho) pun harus meninggalkan tempat persinggahannya. Laksamana Zheng He (Cheng Ho) meninggal pada tahun 1435 ketika melakukan perjalanan pulang dari Kalikut. Beberapa cerita mengatakan jenasahnya dihanyutkan di tengah laut, tetapi ada pula yang mengatakan jenasahnya dimakaman di Semarang.


     Kuil Sam Poo Kong atau yang sering disebut juga Sam Poo Thay Djin ini kini digunakan sebagai tempat berziarah dan berdoa bagi umat Tionghoa. Kuil ini terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan utamanya adalah Klenteng Besar dan Gua Sam Poo Kong. Konon di dalam gua tersebut terdapat sebuah mata air yang tak pernah kering. Tapi sayang aku dan Getih tidak masuk ke Klenteng utama ini karena Klenteng ini hanya diperuntukan bagi mereka yang ingin berdoa dan berziarah.


Klenteng Besar
     Untuk masuk ke lokasi Klenteng Sam Poo Kong ini kami dikenai biaya tiket sebesar Rp. 3.000,- dan parkir motor  Rp. 1.000,-. Seperti klenteng lainnya, warna dominan klenteng ini adalah merah. Sungguh tampak meriah berlatar belakangkan langit biru. Syukurlah hujan tidak turun dan matahari cerah bersinar. Sesaat kami duduk melepas lelah di bawah rindangnya pohon sambil menghabiskan minuman botol dan es krim yang kami beli di toko dalam kompleks klenteng. Setelah badan segar kembali kami pun segera berkeliling.


     Aku sungguh takjub dengan keindahan Klenteng Sam Poo Kong yang dirawat dengan sangat baik ini. Bangunan lain dalam kompleks Klenteng Sam Poo Kong ini adalah Klenteng Tho Tee Kong (pemujaan Kyai Juru Mui, Kyai Jangkar, Kyai Tumpeng dan Kyai Cundrik Bumi).


     Hari itu cukup banyak wisatawan baik wisatawan lokal maupun manca negara yang mengunjungi Klenteng Sam Poo Kong ini. Rasanya senang sekali melihat lokasi Klenteng ini dijaga kebersihannya dan dirawat dengan sangat baik. Semoga semakin banyak yang mengunjungi dan tetap terjaga kelestariannya.


     Setelah puas berkeliling dan berfoto-foto kami pun bersiap-siap kembali ke Salatiga membawa takjub akan keindahan bangunan klenteng yang menawan. Jangan lupa mampir ke Klenteng Sam Poo Kong ini jika kalian singgah di Semarang. Selamat berwisata (^_^).


Kuil cantik Sam Poo Kong, see you later (^_^)
-Veronika

Senin, 16 Juni 2014

Gunung Lawu 3.265 mdpl, Cemoro Kandang (kesempatan ke-2)

     Akhirnya aku mendapat kesempatan untuk bisa menikmati trek Cemoro Kandang. Setelah keril kami siap angkut, kamipun menuruni Gunung Lawu melewati jalur Cemoro Kandang.

Narsis sebelum jalan pulang
      Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan bunga-bunga liar yang cantik dan tentu saja ada bunga edelweiss yang siap untuk mekar.





     Trek menurun dari puncak ini didominasi oleh padang sabana yang luas. Tak seperti Cemoro Sewu, di trek Cemoro Kandang ini tidak kita temui batu-batu yang tersusun rapi, yang ada adalah jalan setapak tanah yang cukup licin.
Sabana Cemoro Kandang
     Setelah sekitar 1,5 jam kami tiba di Pos IV. Trek Cemoro Kandang ini cukup sulit karena kurangnya penunjuk arah, sehingga pendaki sering sekali tersesat jika salah ambil jalur. Beruntung beberapa teman kami sudah pernah beberapa kai melewati jalur ini sehingga kami tidak tersesat. Trek Cemoro Kandang ini lebih landai jika dibandingkan dengan Cemoro Sewu tetapi agak lebih jauh karena jalurnya memutar.

Pos IV


    Trek Cemoro Kandang yang cukup licin membuatku terjatuh beberapa kali. Tetapi sakit di badan terobati dengan gembira di hati. Setibanya di Pos III kami cukup terkejut melihat keadaan pos yang di dalamnya terdapat banyak sekali sampah berserakan. Sampah-sampah yang kami kumpulkan sepanjang perjalan turun terasa tidak ada apa-apanya dibandingkan sampah-sampah yang sengaja ditinggalkan manusia-manusia tidak bertanggung jawab di dalam pos. Walaupun kami tidak bisa membersihkan sekian banyak sampah di dalam pos tapi paling tidak kami membawa turun sampah kami sendiri dan juga sampah-sampah yang berserakan di sepanjang jalan yang kami lewati.

Pos III

     Setibanya di Pos II kami bertemu beberapa pendaki lain yang sedang dalam perjalanan naik. Ada satu kelompok yang sudah kehabisan air. Padahal jalur Cemoro Kandang ini hanya ada satu mata air kecil saja, itupun kering kalau di musim kemarau. Jadi jangan lupa bawa persediaan air yang cukup jika kalian ingin melewati jalur Cemoro Kandang ini.
Pos II
      Setelah Pos I, kaki ini terasa mulai sakit jadi dengan sisa-sisa tenaga akupun menuruni sisa perjalanan dengan berlari. Beberapa kali aku terpeleset dan jatuh tetapi memang itu resikonya asal jangan jatuh di tempat-tempat yang berbahaya. Tetap berhati-hati dan nikmati pendakian. 
     Setelah tiba di base camp Cemoro Kandang kamipun segera mandi dan bersiap-siap untuk pulang ke Salatiga dengan motor. Terima kasih teman-teman akhirnya aku bisa merasakan trek Cemoro Kandang. Dengan pikiran yang fresh dan hati yang riang gembira aku siap menyapa kursi kantor lagi (^_^).


-Veronika

Gunung Lawu 3.265 mdpl, Cemoro Sewu (kesempatan ke-2)

     Jenuh dengan pekerjaan sehari-hari membuat aku kembali membuka file foto-foto, dan folder pertama yang kutuju adalah folder foto jalan-jalan. Sesaat melihat foto-foto pendakian dan mbolang membuatku semakin kangen ingin melepas penat. Pemandangan indah dan lelahnya selama pendakian membuat tubuhku yang terlalu banyak duduk ini ingin cepat-cepat mengunjungi tempat-tempat indah itu lagi. Dengan semangat 45 aku dan teman-teman kantor berencana untuk mendaki dan akhirnya kami memutuskan untuk mendaki gunung Lawu lagi.
     Kantor kami kebetulan libur hari Jumat tanggal 16 Mei, jadi ada 3 hari libur dengan Sabtu dan Minggu dan kami tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kami berangkat hari Kamis malam setelah pulang kantor dan langsung menuju Solo, dari Solo kami menuju base camp pendakian Cemoro Sewu. Sudah hampir pukul 1 dini hari ketika kami tiba di base camp Cemoro Sewu dan kami pun bergegas tidur agar badan bugar di pagi hari. Walaupun aku tak bisa memejamkan mata sepanjang malam paling tidak aku bisa meluruskan badan agar tidak kaku.

Foto dulu sebelum berangkat (Base camp Cemoro Sewu)
      Setelah suara dengkur mereda dan mataharipun sudah muncul kamipun bersiap dan mulai re-packing barang-barang kami. Sebelum memulai perjalanan kamipun menyempatkan diri untuk sarapan di salah satu rumah makan yang terletak tak jauh dari base camp. Keril siap, perut kenyang, kamipun segera melakukan perjalanan. Walaupun kira-kira setahun yang lalu aku sudah pernah mendaki gunung Lawu dengan jalur yang sama yaitu jalur Cemoro Sewu tetapi aku masih merasa sangat senang bisa mendaki Lawu lagi. Rasanya ingin berteriak dari sini ke arah kursi kantorku "Dadah kursi kantor!!!!!! Sementara kamu nganggur dulu ya!!!" hahahahaha.
     Trek Cemoro Sewu ini merupakan trek pendakian yang cukup aman karena hampir sepanjang perjalanan sudah ditata batu-batu rapi. Selain cukup mudah dilewati batu-batu ini juga berguna sebagai penunjuk arah, jika kita bingung memilih arah kita cukup mengikuti jalur berbatu ini. Tapi ingat walaupun cukup mudah dilewati, trek Cemoro Sewu ini kerap kali membuat kaki kram. Jadi jangan lupa melakukan pemanasan sebelum berangkat dan jangan terlalu memaksakan kaki jika terasa kaku. Kami membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk dapat mencapai Pos I. Di Pos I ini kami beristirahat sejenak dan tak lupa membeli gorengan. Satu hal yang istimewa di gunung Lawu ini, makanan berlimpah ruah, tersedia di beberapa tempat jadi kita tidak perlu khawatir kehabisan makanan.

Pos I

Mas (Refan) fotografer mejeng dulu

     Trek setelah Pos I masih di dominasi oleh susunan batu. Kami disuguhi pemandangan tebing-tebing indah dengan berbagai macam tanaman yang merambat di bebatuan tebing. Keringat yang sudah deras mengucur berlomba dengan deru nafas yang tak teratur.
     Tak berlama-lama kamipun segera melanjutkan perjalanan. Kami membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk mencapai Pos II. Kami kembali beristirahat sambil memakan roti karena sudah jam 11 siang. Setelah perut cukup kenyang kami melanjutkan perjalanan. Tangga-tangga batu semakin menanjak dan jantungpun berdegup semakin kencang. Karena aku merupakan pejalan yang lambat jadi aku sering kali berangkat sedikit lebih dulu dari teman-temanku. Kasihan mereka kalau harus menunggu kaki-kakiku yang lambatnya seperti siput ini. Setiap beberapa langkah aku berhenti untuk mengambil nafas tapi aku tak mau berlama-lama karena jika berhenti terlalu lama badan akan terasa dingin lagi dan pasti akan bertambah malas untuk berjalan.
Pos II
     Setelah hampir 2 jam kami akhirnya tiba di Pos III. Karena perut keroncongan kamipun sepakat berhenti sejenak untuk makan roti lagi. Makan terusssss hehehehehe... Hal yang membuat tenaga seperti diisi kembali adalah canda tawa dari teman-teman. Pendakian kami tidak terburu-buru dan sering kali kami bersenda gurau ditengah-tengah perjalanan. Sempat teringat kembali kursi kantor dan dalam hati aku berkata "Aku belum merindukanmu kursi kantor" dan hatiku terasa riang hahahaha.

Pos III
     Entah mengapa trek yang paling membuatku merasa kelelahan adalah trek dari Pos III ke Pos IV. Terasa sangat lama padahal hanya membutuhkan waktu 1,5 jam. Setibanya di pos IV kami disuguhi pemandangan tebing putih kapur yang indah dengan awan dibawah kami, sungguh indah.

Pos IV
     Sebenarnya hanya mebutuhkan waktu sekitar 10-15 menit untuk mencapai Pos V, tetapi karena kaki adiku sakit jadi kami harus menunggunya dan mencapai Pos V dalam 30 menit. Di Pos V kami sempat berkenalan dengan sesama pendaki yang berasal dari berbagai daerah. Kebanyakan dari mereka berasal dari Jawa Timur dengan logat khas Jawa Timuran yang mengingatkanku akan masa kecilku di Jawa Timur dulu.

Pos V bersama teman-teman baru
     Di Sendang Drajat kamipun mampir di warung Mbok To untuk makan pecel. Hujan sempat turun tetapi puji Tuhan hanya sebentar. Cukup lama kami berhenti di warung Mbok To dan setelah selesai makan kami segera berjalan menuju Mbok Yem untuk beristirahat. Total waktu yang kami tempuh dari base camp sampai di warung Mbok Yem adalah 8 jam.

     Kami terjaga tepat sebelum matahari muncul. Bersiap-siap ke puncak!!! Matahari terbitnya luar biasa indah.

Matahari terbit Gunung Lawu
 
Tugu Puncak Lawu




Bunga cantik Gunung Lawu
     Setelah puas berfoto di puncak kamipun bersiap-siap untuk turun. Sesuai rencana, kami memilih jalur Cemoro Kandang untuk pulang.


-Veronika